PENTING !

Harry Benjamin's Syndrome sesuai dengan peraturan standar internasional, harus dinyatakan oleh 2 orang psikiater atau 1 orang psikiater dengan 1 orang dokter. Tidak ada Jalan Pintas dalam berjalan dengan Harry Benjamin's Syndrome. Untuk bergabung dengan Support Grup dan mengetahui para ahli-ahli medis yang kami rekomendasikan, anda dapat menghubungi kami lewat Email : HBS.Indonesia@gmail.com.

Rabu, 25 April 2012

Informasi TERAPI HORMON bagi FtM dan MtF


2 (dua) tujuan utama terapi hormon adalah 
1) untuk mengurangi kadar hormon endogen sehingga dengan demikian akan mempengaruhi ciri-ciri seksual sekunder dari kelamin biologis (genetis) dari individu yang bersangkutan, dan
 2) untuk menggantikan kadar hormon endogen yang ada dengan hormon seks baru yang dimasukkan dengan menggunakan prinsip-prinsip terapi sulih hormon dari pasien hypogonadal. 

Penentuan waktu dua tujuan ini serta umur pasien saat memulai terapi dengan hormon lintas-seks (cross-sex) diputuskan bersama oleh pasien yang membutuhkan perubahan seks dan psikiater yang membuat diagnosa, memberikan evaluasi psikologis serta merekomendasikan operasi penegasan kelamin. Perubahan-perubahan fisik yang disebabkan oleh transisi hormone seks biasanya disertai dengan peningkatan kesejahteraan mental.  

Rekomendasi 
  1. Kami merekomendasikan bahwa dokter ahli endokrinologi menegaskan atau memperkuat kriteria diagnosa Gender Indentity Disorder (= GID) atau kondisi transseksual dan kriteria kesiapan dari pasien tersebut untuk menjalani tahap endokrin dari masa transisinya. 
  2. Kami merekomendasikan bahwa kondisi-kondisi medis yang dapat memburuk karena habisnya hormon dan perawatan hormon lintas-seks dievaluasi dan diberitahukan lebih dahulu pada awal perawatan (Tabel 11. Kondisi-kondisi medis yang dapat memburuk karena terapi hormon lintas-seks)
  3. Kami menyarankan agar kadar hormon lintas-seks dijaga dalam rentang fisiologis normal bagi gender yang dituju.

Minggu, 22 April 2012

Surat Keberatan atas Istilah “Priawan”


Jakarta, 8 April 2012

Perihal: Surat Keberatan atas Istilah “Priawan”       

Kepada yang Terhormat:
Semua pihak yang terkait.


Salam untuk Anda sebelumnya. Kami melayangkan surat ini kepada Anda karena urgensi yang ada dan kepentingan kami yang sudah dilanggar secara sangat tidak manusiawi dan sepihak.

Setelah mengadakan perundingan dan konsolidasi dengan kawan-kawan saya di dalam komunitas kami yaitu komunitas laki-laki non-genetik, komunitas muda yang membentuk support group FTM-Indonesia dan sebagian perempuan non-genetik, HBS-Indonesia diminta untuk menyuarakan dan mewakili mereka sebagai kelompok yang selama ini mungkin Anda anggap tidak tampak di dalam masyarakat, dan oleh karenanya lalu eksistensi kami Anda anggap tidak ada dan/atau coba Anda acak-acak & tiadakan  secara tidak bertanggung-jawab dengan mengatas-namakan kami –yang otomatis secara sewenang-wenang Anda telah melanggar hak azasi kami sebagai manusia merdeka untuk mengidentifikasi diri/menentukan identitas kami sendiri sesuai dengan kondisi yang kami alami dan yang menurut kami merupakan istilah yang paling tepat memotret diri kami.

Surat ini kami buat dengan menimbang beberapa fakta lapangan yang belakangan ini merebak di kalangan SOCIAL MEDIA seperti Facebook dan sepertinya sengaja Anda ciptakan, juga termasuk fakta tambahan tentang penelitian terhadap “kelompok FTM”. Fakta-fakta lapangan yang menjadi acuan kami tersebut adalah:
  1. Hasil penelitian Anda di mana ada teman-teman FtM yang merupakan nara-sumber yang Anda minta untuk bicara tetapi sama sekali tidak pernah Anda beritahu kelanjutan dan/atau hasil dari penelitian tersebut; sehingga, kami tidak pernah tahu validitas hasilnya seperti apa dan apakah hasil penelitian tersebut sudah sesuai dengan judul/topik yang Anda angkat tentang transseksual FTM terkait motivasi dasar yang Anda sampaikan di awal wawancara dengan mereka.
  2. Track records hasil diskusi Anda di Facebook dan perdebatan sengit Anda terkait pilihan peristilahan yang Anda paksakan kepada khalayak untuk menyebut transseksual FTM dengan kata “priawan” –di mana di dalam diskusi dan perdebatan tersebut tampak jelas bahwa Anda beserta kawan-kawan Anda dan para aktivis lesbian radikal-fundamentalis memaksakan kehendak untuk menggunakan istilah tersebut tanpa pernah sedikit pun menghubungi untuk melakukan diskusi dengan kami.

Melalui surat resmi ini, kami semua (dengan HBS-Indonesia sebagai wakil mereka) dari komunitas laki-laki non-genetik dan FTM-Indonesia serta sebagian kawan perempuan non-genetik menyatakan SANGAT KEBERATAN, TIDAK SETUJU dan MENOLAK istilah “priawan” yang Anda ciptakan untuk menyebut transseksual FTM.

Pertanyaan-Pertanyaan Seputar Harry Benjamin's Syndrome (3)

10. Tanya: Salah seorang teman pernah bercerita bahwa ada psikiater dan tokoh gerakan LGBT yang bilang begini, “Kalau seseorang sudah bertubuh jantan, berkromosom 46 XY dan mencintai seorang perempuan, kenapa pula dia harus susah-payah “operasi kelamin” toh mereka bisa menikah dan memiliki anak tanpa operasi tersebut? Atau, kenapa dia “tidak jadi LESBIAN/ GAY” saja?”

Jawab: Pernyataan dan pertanyaan mereka mengasumsikan bahwa individu bertubuh jantan dan berkromosom 46 XY adalah selalu seseorang yang Identitas Gendernya laki-laki dan/atau tidak mengalami Anomali Otak yang menyebabkan Harry Benjamin’s Syndrome. Inilah dua kekeliruan terbesar yang dilakukan kebanyakan orang, yaitu: berasumsi/menduga-duga dan mencampur-adukkan hal-hal yang berbeda. Jadi, masalahnya tidak terletak pada si penyandang HBS melainkan pada pola pikir (paradigma) serta logika si psikiater dan si tokoh LGBT yang terbalik-balik.

Sekali lagi perlu ditegaskan bahwa Identitas Gender berbeda dengan Orientasi Seksual (baca juga: The Yogyakarta Principles), dan perkara Anomali Otak juga bukan perkara Orientasi Seksual. Kasus yang Anda sampaikan adalah kasus kekeliruan persepsi dari psikiater dan tokoh LGBT tersebut, yang berasumsi dan mencampur-adukkan Identitas Gender dan/atau Anomali Otak para penderita HBS dengan Orientasi Seksual. Operasi penegasan kelamin dijalani BUKANLAH semata-mata agar penderita HBS bisa berhubungan seks ataupun mencintai orang yang ia taksir. BUKAN itu.

Ia butuh operasi karena operasi merupakan PRASYARAT UTAMA untuk HIDUP agar ia dapat eksis sebagai dirinya, supaya jiwa-raganya utuh/sinkron sehingga ia sehat mental serta dapat melanjutkan hidup dengan peran gendernya –BUKAN untuk tujuan-tujuan lain di luar itu. Dengan kata lain, bagi seorang penderita HBS, operasi menyangkut perkara HIDUP-MATI –bukan gaya hidup ataupun mode.

Operasi Penegasan Kelamin bagi penderita HBS merupakan hal yang sangat penting karena menjadi jembatan yang mewadahi “nyawa” bagi keberadaan/eksistensinya,

Terkait pertanyaan lanjutannya (“Kenapa dia “tidak jadi” LESBIAN/GAY saja?”), tentulah mustahil bagi seseorang yang Identitas Gendernya perempuan –meskipun tubuhnya jantan– diminta menjadi gay karena Identitas Gender gay adalah laki-laki, Dan mustahil pula bagi seorang perempuan non-genetik heteroseks untuk menikah dengan seorang perempuan lainnya karena dia bukan lesbian.

Female to Male dan Male to Female itu Identitas Gender. Dia bisa dan berhak untuk jatuh cinta pada siapapun. Seorang FtM dan MtF bisa dan berhak untuk jatuh cinta pada perempuan, pria, transgender, transeksual maupun pada seseorang yang tidak mau identifikasikan gendernya. 

Siapapun tidak berhak berkata "Ngapain melakukan proses transisi FtM, cukup jadi Lesbian saja!" terlebih jika ini terucap dari seorang tokoh aktifis gerakan LGBTIQ di Indonesia.





INGAT: Hindari jalan pintas dalam berjalan dengan Harry Benjamin's Syndrome, sebuah proses yang memang tidak mudah. Hubungi kami jika ingin bergabung dengan Support Grup

Pernyataan Saksi Ahli mengenai Harry Benjamin's Syndrome


1. Surat pernyataan hukum secara sah ini dibuat oleh Profesor Louis Gooren dari Rumah Sakit Universitas Free, Amsterdam, Belanda.

2. Dilahirkan pada tahun 1943, saya adalah dokter spesialis bidang Endokrinologi. Dalam bidang ini, penyakit-penyakit yang berhubungan dengan gangguan diferensiansi seksual serta proses menjadi lelaki atau perempuan merupakan fokus kerja saya. Pada tahun 1988, saya dikukuhkan sebagai Profesor dan ditugaskan untuk menangani para pasien yang mengalami permasalahan identitas gender sebagaimana para pasien dengan gangguan diferensiasi seksual (interseks) yang membutuhkan intervensi medis-operasi. Lebih dari 24 tahun saya telah bekerja di Klinik Gender di Rumah Sakit Universitas tempat kerja saya, yang menerina sekitar 150 pasien baru setiap tahunnya. Kira-kira 80-90 dari mereka menerima terapi hormon aktual dan operasi. Saya telah secara ektensif mempublikasikan hal ini serta memperoleh pengakuan profesional secara internasional. Belakangan ini, Lembaga-lembaga dari Dewan Eropa mengundang saya untuk memberikan keahlian saya di bidang permasalahan gender.  

3. Gender Identity Disorder (= Gangguan Identitas Gender atau transseksual) adalah kondisi medis dan dari ranah kerja saya serta dari penelitian dalam bidang ini, sekarang saya yakin bahwa kondisi transseksual merupakan gangguan diferensiasi seksual: proses menjadi lelaki atau perempuan sebagaimana yang kita kenal secara konvensional selama ini.

4. Secara tradisional, diasumsikan bahwa diferensiasi seksual, yaitu proses menjadi lelaki atau perempuan, telah komplit dengan terbentuknya alat kelamin luar (genitalia) –suatu kriteria yang digunakan untuk menunjuk apakah jenis kelamin bayi yang baru saja lahir laki-laki atau perempuan. Sejak awal abad ini, telah jelas di dalam penelitian laboratorium terhadap binatang bahwa ini bukanlah titik akhir dari proses diferensiasi seksual, melainkan otak juga mengalami diferensiasi seksual menjadi lelaki dan perempuan, yang utamanya memprediksi atau berkorelasi dengan perilaku seksual dan non-seksual di masa mendatang.

5. Proses diferensiasi seksual terjadi dalam langkah-langkah yang berbeda: pertama konfigurasi kromosom terbentuk, kemudian diferensiasi gonadal, berikutnya diferensiasi alat kelamin luar dan dalam, dan yang terakhir diferensiasi otak menjadi lelaki atau perempuan.