Jakarta, 8 April 2012
Perihal: Surat
Keberatan atas Istilah “Priawan”
Kepada yang Terhormat:
Semua pihak yang terkait.
Salam untuk Anda sebelumnya. Kami melayangkan surat ini kepada
Anda karena urgensi yang ada dan kepentingan kami yang sudah dilanggar secara
sangat tidak manusiawi dan sepihak.
Setelah mengadakan perundingan dan konsolidasi dengan kawan-kawan
saya di dalam komunitas kami yaitu komunitas laki-laki non-genetik, komunitas
muda yang membentuk support group FTM-Indonesia dan sebagian perempuan
non-genetik, HBS-Indonesia diminta untuk menyuarakan dan mewakili
mereka sebagai kelompok yang selama ini mungkin Anda anggap tidak tampak di
dalam masyarakat, dan oleh karenanya lalu eksistensi kami Anda anggap tidak ada
dan/atau coba Anda acak-acak & tiadakan secara tidak bertanggung-jawab dengan
mengatas-namakan kami –yang otomatis secara sewenang-wenang Anda telah melanggar
hak azasi kami sebagai manusia merdeka untuk mengidentifikasi diri/menentukan identitas
kami sendiri sesuai dengan kondisi yang kami alami dan yang menurut kami
merupakan istilah yang paling tepat memotret diri kami.
Surat ini kami buat dengan menimbang beberapa fakta lapangan yang
belakangan ini merebak di kalangan SOCIAL MEDIA seperti Facebook dan sepertinya
sengaja Anda ciptakan, juga termasuk fakta tambahan tentang penelitian terhadap “kelompok FTM”. Fakta-fakta
lapangan yang menjadi acuan kami tersebut adalah:
- Hasil penelitian Anda di mana ada teman-teman FtM yang merupakan nara-sumber yang Anda minta untuk bicara tetapi sama sekali tidak pernah Anda beritahu kelanjutan dan/atau hasil dari penelitian tersebut; sehingga, kami tidak pernah tahu validitas hasilnya seperti apa dan apakah hasil penelitian tersebut sudah sesuai dengan judul/topik yang Anda angkat tentang transseksual FTM terkait motivasi dasar yang Anda sampaikan di awal wawancara dengan mereka.
- Track records hasil diskusi Anda di Facebook dan perdebatan sengit Anda terkait pilihan peristilahan yang Anda paksakan kepada khalayak untuk menyebut transseksual FTM dengan kata “priawan” –di mana di dalam diskusi dan perdebatan tersebut tampak jelas bahwa Anda beserta kawan-kawan Anda dan para aktivis lesbian radikal-fundamentalis memaksakan kehendak untuk menggunakan istilah tersebut tanpa pernah sedikit pun menghubungi untuk melakukan diskusi dengan kami.
Melalui surat resmi ini, kami semua (dengan HBS-Indonesia sebagai
wakil mereka) dari komunitas laki-laki non-genetik dan FTM-Indonesia serta sebagian kawan perempuan non-genetik menyatakan
SANGAT KEBERATAN, TIDAK SETUJU dan
MENOLAK istilah “priawan” yang Anda ciptakan untuk menyebut transseksual FTM.
Alasan-alasan KEBERATAN,
KETIDAK-SETUJUAN dan PENOLAKAN kami sudah jelas:
- Anda telah melanggar Hak
Asasi kami dengan memberikan label kepada kami. Hai ini berarti meniadakan/menegasikan
eksistensi kami sebagai manusia merdeka yang punya hak dasar dan kebebasan
azasi untuk memilih, menentukan serta mengidentifikasi diri sesuai dengan
sebutan yang paling tepat bagi kondisi kami.
- Berdasarkan The Yogyakarta Principles
yang dijadikan dasar hukum perjuangan gerakan LGBTIQ, yaitu: “… Semua manusia
terlahir merdeka dan sejajar dalam martabat dan hak-haknya. Semua manusia
memiliki sifat universal, saling bergantung, tak dapat dibagi dan saling
berhubungan. Orientasi seksual1
dan identitas gender2 bersifat menyatu dengan martabat dan
kemanusiaan setiap orang serta tak boleh menjadi dasar bagi adanya
diskriminasi ataupun kekerasan. …”
Dalam catatan kakinya juga telah dipaparkan dengan sangat jelas tentang
SOGI (Orientasi Seksual dan Identitas Gender) bahwa: “…1) Orientasi seksual dipahami sebagai sesuatu
yang mengarah kepada kapasitas setiap orang akan ketertarikan emosi, rasa
sayang dan seksual (dan hubungan intim serta hubungan seks) terhadap individu
yang berbeda gender atau sejenis atau lebih dari satu gender. 2) Identitas gender dipahami sebagai sesuatu yang mengarah kepada pengalaman
pribadi dan internal yang sangat mendalam dirasakan oleh setiap orang tentang
gendernya –yang dapat saja atau tidak berhubungan dengan jenis kelamin yang
ditetapkan saat kelahiran, termasuk perasaan pribadi terhadap tubuh (yang
mungkin melibatkan –jika dipilih dengan bebas- perubahan penampakan fisik atau
fungsi secara medis atau cara lain), serta ekspresi lain gender termasuk cara
berpakaian, cara bertutur-kata dan lagak-lagu. …”
Dengan ini kami
adalah manusia merdeka yang berhak
menjalani kehidupan kami sesuai dengan identitas gender kami yang laki-laki.
Istilah “priawan” yang anda ciptakan berdasarkan dari “waria”
(Wanita Pria) dimana adalah mereka yang disebut GIDNOS oleh WPATH (the World’s
Psychiatric Association for Transpeople’s Health) berdasarkan acuan
DSM-IV-TR/ICD-10, yaitu orang-orang yang identitas gendernya tidak (mau)
teridentifikasi dalam spektrum ekstrem laki-laki atau perempuan karena mereka
berada di tengah-tengah spektrum, lebih suka menggunakan identitas lain di luar
laki-laki atau perempuan serta memiliki kebutuhan sangat berbeda dengan “transseksual murni”/pure transsexual (baik FTM
maupun MTF) yang disebut secara
klinis sebagai GID.
- Acuan-acuan yang anda sampaikan di Facebook adalah berdasarkan dari
hasil penelitian yang mengatakan bahwa “… hanya 2 dari 28 nara-sumber yang yakin bahwa dirinya adalah
laki-laki sementara 26 lainnya tidak …” Kami pertanyakan metode dan
sistem penelitian anda, karena:
a. Jumlah sample/nara-sumber yang HANYA 28 TIDAK BISA MEWAKILI populasi transseksual FTM yang ada di dunia
(setidaknya di Indonesia atau –lebih sempit lagi- di wilayah Jakarta).
b. Jika
topik/fokus “penelitian” Anda adalah tentang transseksual FTM, tentunya sebelum
penelitian dilakukan, Anda seharusnya mencari para nara-sumber yang memenuhi
kriteria berstandard internasional yang dikeluarkan oleh lembaga internasional
yang berwenang (yaitu APA ataupun WPATH) tentang apa/siapakah transseksual FTM itu supaya hasilnya
valid sebagai sebuah penelitian ilmiah.
Penentuan terpenuhinya kriteria nara-sumber dengan topik
penelitian harusnya dilakukan dalam kerangka waktu pra-penelitian (pre-research) untuk menghindari
kekeliruan/kesalahan dalam memilih nara-sumber yang tepat karena ini juga akan
berhubungan dengan kelompok kontrolnya.
c. Sehubungan
dengan item 3 b), Anda TIDAK MENGGUNAKAN
KELOMPOK KONTROL, yaitu nara-sumber non-transseksual
FTM yang digunakan sebagai pembanding –di mana mereka juga diteliti dengan
menggunakan perangkat & metode yang sama dan telah ditetapkan sebagai acuan
yang pada akhirnya akan digunakan untuk membuat kesimpulan (dari sini akan
terlihat valid/tidaknya kesimpulan yang dibuat).
d.
Karena Anda
melakukan “penelitian” kuantitatif, seharusnya
Anda menggunakan perangkat dan metode penelitian yang tepat untuk penelitian
kuantitatif dan tidak mencampur-adukkannya dengan perangkat dan metode untuk
penelitian kualitatif. Penggunaan 1 set pertanyaan yang Anda berikan kepada
teman FtM waktu itu dan hanya terdiri dari beberapa nomor saja tidaklah cukup.
Harusnya Anda menggunakan beberapa set pertanyaan untuk menggali informasi
lebih dalam sesuai dengan variabel-variabel yang telah ditentukan dalam
“penelitian” itu.
Mengacu pada penjelasan dalam item 3 a), b), c) dan d); maka dapat
disimpulkan bahwa hanya ada 2
nara-sumber yang sesuai dengan topik Anda serta memenuhi kriteria topik transseksual FTM, akan tetapi sisanya
yang 26 sebenarnya adalah kelompok kontrol.
Dengan ini kami menegaskan bahwa FtM Indonesia sudah memilih sebutan dan istilah yang paling tepat untuk
mengidentifikasi diri kami, yaitu: LAKI-LAKI.
Sebutan lain yang masih dapat digunakan untuk menggambarkan kami adalah laki-laki non-genetik, laki-laki yang
terlahir dengan Harry Benjamin’s Syndrome (HBS), atau laki-laki dengan sejarah GID (mengacu pada DSM-IV-TR/ICD-10).
Sebutan untuk MtF, yaitu PEREMPUAN.
Prabha
Mahojjwala dan Viena Tanjung
Founder of Harry Benjamin’s Syndrome
Indonesia
Tembusan: Semua pihak
terkait
Catatan: Sebutan transseksual tidak digunakan lagi
karena sebutan itu sesungguhnya sudah tidak
tepat sebab mengandung stigma yang tidak berkesudahan serta rawan dipakai
dengan sengaja oleh orang-orang tak bertanggung-jawab sebagai cara untuk
memberi stigma dan menindas kelompok ini. Sebutan transseksual dalam lingkup terbatas masih bisa digunakan JIKA DAN
HANYA JIKA yang bersangkutan belum memulai masa transisi dan sebutan ini HANYA mengacu
pada penggunaan di dalam riset-riset ilmiah untuk membedakannya dengan transgender (GIDNOS) yang biasanya tidak
memiliki kebutuhan khusus untuk menjalani Terapi Sulih Hormon dan/atau Operasi
Penegasan Kelamin.
dok .. saya mau bertanya.. apa boleh seorg wanita yg belom di operasi, dia melakukan suntik testerone sustanon ? apa ada perkembangannya dan effek samping yg membahayakan
BalasHapus