PENTING !

Harry Benjamin's Syndrome sesuai dengan peraturan standar internasional, harus dinyatakan oleh 2 orang psikiater atau 1 orang psikiater dengan 1 orang dokter. Tidak ada Jalan Pintas dalam berjalan dengan Harry Benjamin's Syndrome. Untuk bergabung dengan Support Grup dan mengetahui para ahli-ahli medis yang kami rekomendasikan, anda dapat menghubungi kami lewat Email : HBS.Indonesia@gmail.com.

Kamis, 31 Januari 2013

Gender: Dapatkah Dipilih ?


Dalam suatu diskusi pribadi tentang kasus Alter beberapa waktu yang lalu (Mei–Juni 2010), kawan saya –seorang tokoh sekaligus aktivis gerakan LGBT– melontarkan kalimat dengan buntut yang membuat saya sangat tertegun ngeri , yaitu, “… setiap orang berhak menentukan hidup dan bebas memilih gender!

Bahwa setiap orang mempunyai hak menentukan arah kehidupannya, pasti kita semua sangat setuju karena setiap manusia memang memiliki hak-hak dasar (Hak Azasi Manusia) untuk hidup yang (semestinya juga) dilindungi hukum serta konstitusi Negara. Namun, frasa terakhir dalam kalimat kawan di atas –yang sengaja saya pertebal tulisannya– menimbulkan tanda-tanya besar dalam benak saya: Adakah gender dapat kita pilih dan dengan bebas kita pertukar-tukarkan sesuka-hati? Tidakkah kawan tadi sedang berkelakar? Atau, jangan-jangan dia mengartikan dan memahami makna gender dalam konsep yang salah-kaprah?

Frasa di atas menjadi amat berbahaya karena mengandung distorsi (pemelintiran) makna yang sedemikian esensial. Apalagi jika itu kemudian digunakan secara sembarangan di tengah-tengah khalayak ramai ataupun dalam wacana edukasi tentang gender yang diberikan kepada kaum muda/remaja yang cenderung menyerap informasi apa saja tanpa pikir panjang.



Dapat dibayangkan betapa akan kacau-balaunya suatu masyarakat yang seluruh warganya bertukar-tukar gender setiap hari sesuka-hati mereka: catatan administrasi kependudukan dan data KTP akan berganti setiap hari, perkawinan dalam konteks lelaki genetik dan perempuan genetik heteroseksual yang ingin membangun keluarga serta memiliki anak menjadi sulit dilaksanakan karena tak ada satu penduduk pun yang gender-nya konstan. Juga, implikasi terakhir bila yang terjadi seperti itu adalah grafik demografinya merupakan grafik dengan persentasi penduduk tua sangat banyak tanpa ada penambahan persentasi penduduk usia muda karena anak-anak atau generasi muda tidak ada yang dilahirkan. Dan dapat dipastikan, pada suatu masa masyarakat seperti itu (apalagi kalau semuanya berorientasi homoseks/lesbian) akan punah ketika seluruh penduduknya menua lalu mati. Tak ada keturunan karena mereka lebih memilih hubungan sejenis. Atau, kalaupun ada, kelahiran bayi merupakan hasil transaksi orang-orang dengan perangkat reproduksi seksual lelaki dan perempuan yang ingin punya anak tapi tidak ingin ada hubungan cinta atau ikatan emosional lain.

Kemerdekaan untuk Hidup Identik dengan Gender?

Tak pelak lagi, belakangan gerakan LGBT marak dan merebak di mana-mana termasuk di Indonesia. Para aktivisnya gencar melakukan propaganda ke segala lapisan masyarakat serta sibuk dengan agenda politis untuk menekan pemerintah supaya meng-gol-kan cita-cita mereka, di antaranya yaitu perkawinan sesama-jenis, kebebasan memilih orientasi seksual ataupun diakuinya “gender ketiga”. Sampai pada titik ini, sebetulnya apa yang mereka perjuangkan sah sah saja karena itu merupakan hak dasar kelompok tersebut sebagai manusia untuk menentukan kehidupan ataupun memilih orientasi seksualnya.

Akan tetapi, mencampur-adukkan atau mengidentikkan hak dasar untuk hidup dengan kebebasan memilih gender tentulah merupakan kekacauan berpikir karena identitas gender seseorang sifatnya sangat pribadi dan tumbuh ketika orang tersebut berumur sekitar 3-4 tahun saat kesadaran gendernya pertama kali muncul tentang apakah dirinya lelaki atau perempuan.

Tidak seperti Orientasi Seksual yang berhubungan dengan urusan percintaan dan ihwal ranjang seseorang, Identitas Gender terutama berkaitan dengan kedirian dan eksistensi seseorang –baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat. Dengan kata lain, Identitas Gender tidak bisa dipilih atau dipertukar-tukarkan sesuka hati karena ini bukan perkara pilih-memilih. Sangatlah tidak mungkin dan tak masuk akal bagi seseorang untuk menyatakan diri hari ini laki-laki, kemudian esok harinya bilang bahwa dirinya memilih berubah menjadi perempuan, lalu hari berikutnya berganti jadi laki-laki lagi, dan begitu seterusnya. Ras manusia bukanlah binatang amphibi yang dapat bergonta-ganti kelamin setiap hari, bukan pula cacing yang hanya perlu membuka sebagian kulit tubuhnya untuk melakukan hubungan seksual (yang disebut sebagai konjugasi) karena cacing memang membawa sifat hermaphrodit.

Mengacu pada The Yogyakarta Principles, dapat dibaca dan dipahami dengan amat jelas bahwa Identitas Gender berbeda dengan Orientasi Seksual, sehingga berseru dengan lantang bahwa “setiap orang bebas memilih gender!” adalah pernyataan keliru, memprihatinkan sekaligus menyesatkan. Tentu, setiap orang punya hak untuk hidup, dan di antara hak dasar itu tercakup hak dasar untuk memilih orientasi seksual karena orientasi ini mengacu pada ekspresi pribadi orang per orang untuk menjatuhkan ketertarikan seksualnya kepada lawan atau sesama jenisnya. Namun demikian, hal tersebut juga tidak bisa dipaksa-paksakan kepada orang lain agar semua orang punya orientasi, pilihan, pendapat atau selera yang sama; karena pada dasarnya penerapan Hak Azasi Manusia juga membawa konsekuensi logis dan tanggung-jawab moral bahwa setiap orang harus menghormati serta menjunjung tinggi hak azasi manusia lain yang juga sama-sama berdampingan hidup sebagai sesama manusia.

Kesimpulan

Jadi, dapatkah Gender dipilih? Tentu saja tidak, karena setiap manusia sudah dianugerahi Identitas Gender masing-masing sesuai dengan yang dirasakannya sejak umur 3-4 tahun. Yang harus dipahami dengan benar adalah bahwa (Identitas) Gender berbeda dengan Oritentasi Seksual. Sehingga, dengan demikian, Identitas Gender tidak dapat dipilih karena sudah tertanam di dalam Brain Sex seseorang yang kemudian muncul berupa kesadaran gender dengan seluruh perwujudannya dalam ekspresi gender orang tersebut, misalnya: pakaian yang dikenakan, cara bertutur dan bersikap, model rambut, ataupun peran gender yang dijalani.


Copyright
©I/31/2012
Domenico Emmanuel

1 komentar:

  1. Perkenalkan, saya dari tim kumpulbagi. Saya ingin tau, apakah kiranya anda berencana untuk mengoleksi files menggunakan hosting yang baru?
    Jika ya, silahkan kunjungi website ini www.kumpulbagi.com untuk info selengkapnya.

    Oh ya, di sana anda bisa dengan bebas mendowload music, foto-foto, video dalam jumlah dan waktu yang tidak terbatas, setelah registrasi terlebih dahulu. Gratis :)

    BalasHapus