PENTING !

Harry Benjamin's Syndrome sesuai dengan peraturan standar internasional, harus dinyatakan oleh 2 orang psikiater atau 1 orang psikiater dengan 1 orang dokter. Tidak ada Jalan Pintas dalam berjalan dengan Harry Benjamin's Syndrome. Untuk bergabung dengan Support Grup dan mengetahui para ahli-ahli medis yang kami rekomendasikan, anda dapat menghubungi kami lewat Email : HBS.Indonesia@gmail.com.

Rabu, 25 April 2012

Informasi TERAPI HORMON bagi FtM dan MtF


2 (dua) tujuan utama terapi hormon adalah 
1) untuk mengurangi kadar hormon endogen sehingga dengan demikian akan mempengaruhi ciri-ciri seksual sekunder dari kelamin biologis (genetis) dari individu yang bersangkutan, dan
 2) untuk menggantikan kadar hormon endogen yang ada dengan hormon seks baru yang dimasukkan dengan menggunakan prinsip-prinsip terapi sulih hormon dari pasien hypogonadal. 

Penentuan waktu dua tujuan ini serta umur pasien saat memulai terapi dengan hormon lintas-seks (cross-sex) diputuskan bersama oleh pasien yang membutuhkan perubahan seks dan psikiater yang membuat diagnosa, memberikan evaluasi psikologis serta merekomendasikan operasi penegasan kelamin. Perubahan-perubahan fisik yang disebabkan oleh transisi hormone seks biasanya disertai dengan peningkatan kesejahteraan mental.  

Rekomendasi 
  1. Kami merekomendasikan bahwa dokter ahli endokrinologi menegaskan atau memperkuat kriteria diagnosa Gender Indentity Disorder (= GID) atau kondisi transseksual dan kriteria kesiapan dari pasien tersebut untuk menjalani tahap endokrin dari masa transisinya. 
  2. Kami merekomendasikan bahwa kondisi-kondisi medis yang dapat memburuk karena habisnya hormon dan perawatan hormon lintas-seks dievaluasi dan diberitahukan lebih dahulu pada awal perawatan (Tabel 11. Kondisi-kondisi medis yang dapat memburuk karena terapi hormon lintas-seks)
  3. Kami menyarankan agar kadar hormon lintas-seks dijaga dalam rentang fisiologis normal bagi gender yang dituju.

Minggu, 22 April 2012

Surat Keberatan atas Istilah “Priawan”


Jakarta, 8 April 2012

Perihal: Surat Keberatan atas Istilah “Priawan”       

Kepada yang Terhormat:
Semua pihak yang terkait.


Salam untuk Anda sebelumnya. Kami melayangkan surat ini kepada Anda karena urgensi yang ada dan kepentingan kami yang sudah dilanggar secara sangat tidak manusiawi dan sepihak.

Setelah mengadakan perundingan dan konsolidasi dengan kawan-kawan saya di dalam komunitas kami yaitu komunitas laki-laki non-genetik, komunitas muda yang membentuk support group FTM-Indonesia dan sebagian perempuan non-genetik, HBS-Indonesia diminta untuk menyuarakan dan mewakili mereka sebagai kelompok yang selama ini mungkin Anda anggap tidak tampak di dalam masyarakat, dan oleh karenanya lalu eksistensi kami Anda anggap tidak ada dan/atau coba Anda acak-acak & tiadakan  secara tidak bertanggung-jawab dengan mengatas-namakan kami –yang otomatis secara sewenang-wenang Anda telah melanggar hak azasi kami sebagai manusia merdeka untuk mengidentifikasi diri/menentukan identitas kami sendiri sesuai dengan kondisi yang kami alami dan yang menurut kami merupakan istilah yang paling tepat memotret diri kami.

Surat ini kami buat dengan menimbang beberapa fakta lapangan yang belakangan ini merebak di kalangan SOCIAL MEDIA seperti Facebook dan sepertinya sengaja Anda ciptakan, juga termasuk fakta tambahan tentang penelitian terhadap “kelompok FTM”. Fakta-fakta lapangan yang menjadi acuan kami tersebut adalah:
  1. Hasil penelitian Anda di mana ada teman-teman FtM yang merupakan nara-sumber yang Anda minta untuk bicara tetapi sama sekali tidak pernah Anda beritahu kelanjutan dan/atau hasil dari penelitian tersebut; sehingga, kami tidak pernah tahu validitas hasilnya seperti apa dan apakah hasil penelitian tersebut sudah sesuai dengan judul/topik yang Anda angkat tentang transseksual FTM terkait motivasi dasar yang Anda sampaikan di awal wawancara dengan mereka.
  2. Track records hasil diskusi Anda di Facebook dan perdebatan sengit Anda terkait pilihan peristilahan yang Anda paksakan kepada khalayak untuk menyebut transseksual FTM dengan kata “priawan” –di mana di dalam diskusi dan perdebatan tersebut tampak jelas bahwa Anda beserta kawan-kawan Anda dan para aktivis lesbian radikal-fundamentalis memaksakan kehendak untuk menggunakan istilah tersebut tanpa pernah sedikit pun menghubungi untuk melakukan diskusi dengan kami.

Melalui surat resmi ini, kami semua (dengan HBS-Indonesia sebagai wakil mereka) dari komunitas laki-laki non-genetik dan FTM-Indonesia serta sebagian kawan perempuan non-genetik menyatakan SANGAT KEBERATAN, TIDAK SETUJU dan MENOLAK istilah “priawan” yang Anda ciptakan untuk menyebut transseksual FTM.

Pertanyaan-Pertanyaan Seputar Harry Benjamin's Syndrome (3)

10. Tanya: Salah seorang teman pernah bercerita bahwa ada psikiater dan tokoh gerakan LGBT yang bilang begini, “Kalau seseorang sudah bertubuh jantan, berkromosom 46 XY dan mencintai seorang perempuan, kenapa pula dia harus susah-payah “operasi kelamin” toh mereka bisa menikah dan memiliki anak tanpa operasi tersebut? Atau, kenapa dia “tidak jadi LESBIAN/ GAY” saja?”

Jawab: Pernyataan dan pertanyaan mereka mengasumsikan bahwa individu bertubuh jantan dan berkromosom 46 XY adalah selalu seseorang yang Identitas Gendernya laki-laki dan/atau tidak mengalami Anomali Otak yang menyebabkan Harry Benjamin’s Syndrome. Inilah dua kekeliruan terbesar yang dilakukan kebanyakan orang, yaitu: berasumsi/menduga-duga dan mencampur-adukkan hal-hal yang berbeda. Jadi, masalahnya tidak terletak pada si penyandang HBS melainkan pada pola pikir (paradigma) serta logika si psikiater dan si tokoh LGBT yang terbalik-balik.

Sekali lagi perlu ditegaskan bahwa Identitas Gender berbeda dengan Orientasi Seksual (baca juga: The Yogyakarta Principles), dan perkara Anomali Otak juga bukan perkara Orientasi Seksual. Kasus yang Anda sampaikan adalah kasus kekeliruan persepsi dari psikiater dan tokoh LGBT tersebut, yang berasumsi dan mencampur-adukkan Identitas Gender dan/atau Anomali Otak para penderita HBS dengan Orientasi Seksual. Operasi penegasan kelamin dijalani BUKANLAH semata-mata agar penderita HBS bisa berhubungan seks ataupun mencintai orang yang ia taksir. BUKAN itu.

Ia butuh operasi karena operasi merupakan PRASYARAT UTAMA untuk HIDUP agar ia dapat eksis sebagai dirinya, supaya jiwa-raganya utuh/sinkron sehingga ia sehat mental serta dapat melanjutkan hidup dengan peran gendernya –BUKAN untuk tujuan-tujuan lain di luar itu. Dengan kata lain, bagi seorang penderita HBS, operasi menyangkut perkara HIDUP-MATI –bukan gaya hidup ataupun mode.

Operasi Penegasan Kelamin bagi penderita HBS merupakan hal yang sangat penting karena menjadi jembatan yang mewadahi “nyawa” bagi keberadaan/eksistensinya,

Terkait pertanyaan lanjutannya (“Kenapa dia “tidak jadi” LESBIAN/GAY saja?”), tentulah mustahil bagi seseorang yang Identitas Gendernya perempuan –meskipun tubuhnya jantan– diminta menjadi gay karena Identitas Gender gay adalah laki-laki, Dan mustahil pula bagi seorang perempuan non-genetik heteroseks untuk menikah dengan seorang perempuan lainnya karena dia bukan lesbian.

Female to Male dan Male to Female itu Identitas Gender. Dia bisa dan berhak untuk jatuh cinta pada siapapun. Seorang FtM dan MtF bisa dan berhak untuk jatuh cinta pada perempuan, pria, transgender, transeksual maupun pada seseorang yang tidak mau identifikasikan gendernya. 

Siapapun tidak berhak berkata "Ngapain melakukan proses transisi FtM, cukup jadi Lesbian saja!" terlebih jika ini terucap dari seorang tokoh aktifis gerakan LGBTIQ di Indonesia.





INGAT: Hindari jalan pintas dalam berjalan dengan Harry Benjamin's Syndrome, sebuah proses yang memang tidak mudah. Hubungi kami jika ingin bergabung dengan Support Grup

Pernyataan Saksi Ahli mengenai Harry Benjamin's Syndrome


1. Surat pernyataan hukum secara sah ini dibuat oleh Profesor Louis Gooren dari Rumah Sakit Universitas Free, Amsterdam, Belanda.

2. Dilahirkan pada tahun 1943, saya adalah dokter spesialis bidang Endokrinologi. Dalam bidang ini, penyakit-penyakit yang berhubungan dengan gangguan diferensiansi seksual serta proses menjadi lelaki atau perempuan merupakan fokus kerja saya. Pada tahun 1988, saya dikukuhkan sebagai Profesor dan ditugaskan untuk menangani para pasien yang mengalami permasalahan identitas gender sebagaimana para pasien dengan gangguan diferensiasi seksual (interseks) yang membutuhkan intervensi medis-operasi. Lebih dari 24 tahun saya telah bekerja di Klinik Gender di Rumah Sakit Universitas tempat kerja saya, yang menerina sekitar 150 pasien baru setiap tahunnya. Kira-kira 80-90 dari mereka menerima terapi hormon aktual dan operasi. Saya telah secara ektensif mempublikasikan hal ini serta memperoleh pengakuan profesional secara internasional. Belakangan ini, Lembaga-lembaga dari Dewan Eropa mengundang saya untuk memberikan keahlian saya di bidang permasalahan gender.  

3. Gender Identity Disorder (= Gangguan Identitas Gender atau transseksual) adalah kondisi medis dan dari ranah kerja saya serta dari penelitian dalam bidang ini, sekarang saya yakin bahwa kondisi transseksual merupakan gangguan diferensiasi seksual: proses menjadi lelaki atau perempuan sebagaimana yang kita kenal secara konvensional selama ini.

4. Secara tradisional, diasumsikan bahwa diferensiasi seksual, yaitu proses menjadi lelaki atau perempuan, telah komplit dengan terbentuknya alat kelamin luar (genitalia) –suatu kriteria yang digunakan untuk menunjuk apakah jenis kelamin bayi yang baru saja lahir laki-laki atau perempuan. Sejak awal abad ini, telah jelas di dalam penelitian laboratorium terhadap binatang bahwa ini bukanlah titik akhir dari proses diferensiasi seksual, melainkan otak juga mengalami diferensiasi seksual menjadi lelaki dan perempuan, yang utamanya memprediksi atau berkorelasi dengan perilaku seksual dan non-seksual di masa mendatang.

5. Proses diferensiasi seksual terjadi dalam langkah-langkah yang berbeda: pertama konfigurasi kromosom terbentuk, kemudian diferensiasi gonadal, berikutnya diferensiasi alat kelamin luar dan dalam, dan yang terakhir diferensiasi otak menjadi lelaki atau perempuan.

Selasa, 28 Februari 2012

Prosedur Medis untuk FtM (Female to Male)



Untuk Artikel ini semua bahan diambil dari Endocrin Treatment for Transsexual Persons: An Endrocrin Society Clinical Practice Guideline. The Journal of Endocrinology and Metabolism. (J Clin Endocrinol Metab 94: 3132–3154, 2009) and The Journal of Clinical Endocrinology and Metabolism, 94: 3132–3154, 2009 docrine Sciety Clinical Practice.


Diterjemahkan oleh : Prabha Mahojjwala.




HORMON


Perempuan-ke-Lelaki (FtM)

SYARAT-SYARAT YANG HARUS DIPENUHI

· Umur sah secara hukum (21 tahun ke atas di Indonesia, 18 tahun ke atas di 
AS)
· Memiliki pengetahuan tentang apa yang secara medis dapat dan tak-dapat 
dilakukan dengan hormone; juga memahami manfaat serta resiko 
penggunaan hormon.
· Harus sudah menjalani minimal 3 bulan pengalaman nyata hidup (Real-Life 
Experience) di tengah-tengah peran gender yang dituju atau menjalani 
periode psikoterapi (biasanya minimal 3 bulan) yang ditentukan oleh 
seorang psikiater.

BAGAIMANA TERAPI HORMON DIPEROLEH DAN 
DILAKSANAKAN







Sebagian besar Praktisi Kedokteran, para profesional bidang Kesehatan Jiwa dan Terapis Gender yang menangani transseksual sungguh-sungguh mengikuti Standard Perawatan Harry Benjamin. Walaupun hanya berupa panduan, Standard Perawatan tersebut memberikan instruksi yang spesifik sehubungan dengan surat rekomendasi pelaksanaan terapi hormon maupun Operasi Penegasan Kelamin (SRS).

Beberapa dokter memang tidak sepenuhnya mengikuti panduan ini dalam konteks tata-cara pemberian hormon. Biasanya yang kedua ini dilakukan jika yang bersangkutan hanya menginginkan terapi hormon saja. Walaupun hal tersebut diperbolehkan, akan tetapi jika Anda berencana untuk menjalani tahap Operasi Penegasan Kelamin, operasi rekonstruksi dada ataupun semua operasi terkait; sangat disarankan bagi Anda untuk memohon surat rekomendasi dari psikiater dengan tujuan untuk menghemat waktu serta menghindari masalah di kemudian hari, sebab hampir semua dokter bedah kasus ini menuntut adanya surat rekomendasi tersebut dan mereka akan menolak melakukan operasi apabila Anda tidak memberikan surat rekomendasi psikiater yang dimaksud.

Hormon dibuat, dikendalikan dan diproduksi oleh sistem endokrin. Jadi, untuk penanganan hormon, seorang dokter ahli endokrin adalah dokter yang paling tepat untuk dimintai konsultasi. Tetapi jika tak ada atau sulit mengubungi dokter endokrin, seorang dokter ahli andrologi dan/atau dokter ahli ginekologi yang baik juga dapat melakukannya karena mereka dapat lebih memahami serta terbiasa memberikan resep testosteron, estrogen maupun progesteron.

Sangatlah penting untuk melakukan pemeriksaan medis (general check-up) baik sebelum maupun sesudah pelaksanaan terapi hormon untuk memperkecil resiko yang ada (baca keterangan di bawah).

Terdapat resiko-resiko yang dikaitkan dengan terapi hormon baik kepada laki-laki ataupun perempuan sehingga tidak dianjurkan untuk mengkonsumsi produk hormon kecuali jika diresepkan secara medis.

Jumat, 03 Februari 2012

Wawancara Norman Swan dengan Louis Gooren



Wawancara Norman Swan dengan Louis Gooren 



Gender Dysphoria
Senin, 4 September 2000



Ringkasan: Profesor Louis Gooren menjalankan klinik nasional Belanda bagi orang-orang yang mengidap “gender dysphoria” (ketika orang merasa bahwa mereka terjebak di dalam tubuh yang salah dan ingin mengada sebagai kebalikannya). Klinik ini merupakan yang terbesar di dunia dan Profesor Gooren berada di Australia sebagai Profesor Tamu untuk Minggu Klinik di Rumah Sakit Concorde, Sydney.
========================================================================

Jika saya harus mengatakan kepada Anda bahwa ada klinik yang dipersiapkan untuk melihat anak-anak berumur 5 tahun yang memperlihatkan tanda-tanda gender dysphoria (perasaan beradadi tubuh yang salah dan ingin eksis sebagai jenis kelamin kebalikannya) bahwa klinik ini menyetujui pemberian hormon kepada anak-anak tersebut saat mereka agak besar, kemungkinan Anda akan terkejut, lalu berpikir hal itu merupakan kecenderungan perkara gila di California.

Hmm, mungkin Anda keliru. Itu sungguh terjadi di pusat endokrinologi paling bergengsi, di pusat studi hormon, dan direkturnya telah berada di Australia selama berlangsungnya Minggu Klinis di Rumah Sakit Concord, Sydney. Dialah Profesor Louis Gooren, dari Universitas Free, Amsterdam.

Louis Gooren: Saya telah tertarik sejak lama dalam bidang hormon seks, sehingga saya mulai bekerja dengan komunitas transseksual pada pertengahan tahun ’70-an, tepatnya pada tahun 1974. Bagi saya, itu juga merupakan eksperimen dan sungguh sangat berhasil –kedua belah pihak sama-sama suka. Dan sejak itu, saya telah menangani 2200 kasus transseksual. Pasien yang masuk setiap tahunnya sangat konstan. Kami menerima 150 orang baru setiap tahunnya, dan 90 orang di antaranya menjalani perawatan hormon dan operasi. Jumlah tersebut amat, sangat stabil selama bertahun-tahun.

Norman Swan: Jadi, apa definisi Anda tentang transseksualisme?

Senin, 23 Januari 2012

Pertanyaan-Pertanyaan Seputar Harry Benjamin's Syndrome (2)

        6. Tanya: Sebetulnya, apakah kondisi Harry Benjamin’s Syndrome (HBS) itu? Saya merasa sangat tidak nyaman dan jengkel karena banyak orang selalu mengatai saya adalah seorang homoseks/lesbian padahal saya bukanlah apa yang mereka tuduhkan. Ini betul-betul membuat saya marah dan frustrasi.

      Jawab:  Dulu (dan bahkan hingga sekarang), kondisi Harry Benjamin’s Syndrome/HBS  lebih banyak  dikenal orang sebagai kondisi “Transseksual”. Secara tidak tepat, kalangan medis-klinis-psikiatris menggunakan DSM 1V/ICD-10 (yang dikeluarkan oleh Asosiasi Psikolog Amerika [APA = the American Psychological Association] serta digunakan secara internasional) sebagai acuan dan menyebut kondisi transseksual dengan istilah “Gender Identity Disorder (GID).” Bahkan, di Indonesia, kebanyakan dokter jiwa dan psikolog masih menggunakan acuan DSM III yang menyebutnya dengan “Gender Dysphoria.” Sementara itu, lebih ironis lagi, Departemen Sosial dan sebagian dokter malah menyebut kondisi ini sebagai “penyakit mental.”

 Kembali kepada istilah Harry Benjamin’s Syndrome, nama Harry Benjamin diambil dari nama Dokter Harry Benjamin (1885–1986), dokter yang pertama kali  memelopori, meneliti dan menangani kasus Transseksual, yang pertamakali memperkenalkan istilah Transseksual (1954) serta menerbitkan buku The Transsexual Phenomenon (1966).  

 Kondisi HBS sesungguhnya adalah kondisi Anomali Otak di mana terjadi ketidak-sinkronan antara volume sub-bagian tengah dari “the bed nucleus of the stria terminalis”/BSTc (bagian otak yang sangat penting dalam pembentukan perilaku seksual manusia) dengan ketubuhan/fisik seseorang. Ukuran BSTc tidak dipengaruhi oleh hormon seks ataupun kromosom seks, dan BSTc ini juga tidak terpengaruh oleh orientasi seks. Seorang perempuan yang terlahir dengan kondisi HBS (MtF = Male-to-Female) mempunyai ukuran BSTc yang sama atau hampir sama dengan ukuran BSTc perempuan berkromosom 46 XX. Sebaliknya, ukuran BSTc seorang laki-laki dengan HBS (FtM = Female-to-Male) sama atau hampir sama dengan ukuran BSTc lelaki berkromosom 46 XY. [J.N. Zhou, L.J.G. Gooren, M.A. Hofman, Dick F. Swaab. A Sex Difference in the Human Brain and Its Relation to Transsexuality. NATURE, 378: 68-70. 1995.]

7. Tanya: Lalu, apa bedanya HBS dengan homoseksual/lesbian?

Jumat, 13 Januari 2012

Selamat datang

Hingga saat ini orang dengan Harry Benjamin’s Syndrome seakan-akan tertutupi, bahkan hampir 99% masyarakat awam, medis, gerakan-gerakan perempuan hingga gerakan LGBTIQ sendiri tidak mengetahui dan memahami tentang Harry Benjamin’s Syndrome.

Harry  Benjamin’s Syndrome pada dasarnya adalah Anomali Otak dan masuk ke dalam bagian Intersex, bersama dengan Klinelfelter Syndrome dan Turner Syndrome. HBS ada pada 1 di antara 500 orang, lebih banyak 2x daripada Klinelfelter Syndrome, 5x lebih banyak daripada Turner Syndrome dan 25x lebih banyak daripada Androgen Insensitivity Syndrome (AIS).

Blog Harry Benjamin’s Syndrome ini dibuat untuk menjawab dan meluruskan kesimpang-siuran fakta-fakta yang terpelintir di dalam masyarakat maupun di dalam gerakan LGBTIQ.

Blog ini merupakan sebuah ruang bagi orang dengan Harry Benjamin’s Syndrome untuk memperlihatkan “Visibility”-nya kepada masyarakat dan sebagai Media Kampanye dalam menjawab semua pertanyaan-pertanyaan maupun mengubah paradigma yang salah.

Blog ini menyediakan informasi tentang Harry Benjamin’s Syndrome dari sisi Female to Male (FtM) serta Male to Female (MtF) dari Informasi dasar tentang Definisi, Standar Medical Care (Perawatan Medis), Support Group, Rekomendasi Tenaga Medis professional, Informasi keterangan jenis-jenis obat hormon, hingga studi serta analisis Kasus-kasus Hukum di Indonesia yang berkaitan dengan Intersex, Harry Benjamin’s Syndrome dan sindroma lainnya.

Kami akui, untuk permulaan blog ini belum sempurna, tapi akan terus kami update informasi-informasi yang ada supaya lengkap. Silakan kirim saran dan pertanyaan Anda kepada kami lewat E-mail karena saran Anda adalah masukan yang berharga bagi kami.

Selamat membaca. 

Selasa, 10 Januari 2012

Harry Benjamin’s Syndrome (Sindroma Harry Benjamin)

Apakah Harry Benjamin’s Syndrome itu?
Harry Benjamin’s Syndrome (HBS) adalah kondisi intersex bawaan yang berkembang sebelum kelahiran yang menyangkut pembedaan antara lelaki dan perempuan. Diyakini bahwa 1 di antara 500 bayi terlahir dengan kondisi ini. Artinya, seorang anak perempuan dengan Harry Benjamin’s Syndrome memiliki “brain sex” perempuan tetapi alat kelaminnya tampak sebagai alat kelamin laki-laki. Sebaliknya, anak lelaki yang terlahir dengan kondisi ini memiliki “brain sex” laki-laki meskipun genitalianya perempuan. Selama ini, masih belum dimungkinkan untuk mendiagnosa kondisi ini pada saat kelahiran sehingga hal ini menyebabkan bayi-bayi dengan kondisi ini dibesarkan dan dididik dengan peran gender yang keliru.
Jelaslah sekarang bahwa otaklah satu-satunya bagian tubuh yang dapat mendefinisikan jenis kelamin seseorang; sehingga, jenis kelamin seseorang yang sesungguhnya ditentukan oleh struktur otaknya dan bukan oleh alat kelaminnya. Oleh karena itu, identitas gender sudah terikat kuat di dalam otak dan di dalam struktur CNS yang lebih dalam. Perbedaan utama antara Harry Benjamin’s Syndrome dan kondisi-kondisi intersex lainnya terletak pada tak adanya bukti fisik pada saat bayi dilahirkan sehingga hal ini menyulitkan para dokter untuk mendiagnosanya. 
Dibandingkan dengan kondisi-kondisi intersex lainnya, Harry Benjamin’s Syndrome 2 (dua) kali lebih sering muncul daripada Klinefelter Syndrome dan 5 (lima) kali lebih sering daripada Turner’s Syndrome. Juga diketahui bahwa kasus ini 25 kali lebih banyak daripada Androgen Insensitivity Syndrome (AIS = Sindroma Ketidaksensitivan Androgen).

Dari Transseksualisme ke Harry Benjamin’s Syndrome


Istilah transseksualisme pertama kali diperkenalkan di kalangan kedokteran pada tahun 1950-an oleh Dokter Harry Benjamin, seorang pelopor dalam riset mengenai kondisi ini, yang mendukung penjelasan biologis walaupun terdapat kesulitan dalam menemukannya. Pada masa-masa itu, terdapat kebutuhan mendesak untuk membedakan kondisi ini dari transvestisme dan homoseksualisme. Istilah transseksualisme tampaknya cukup untuk memenuhi kebutuhan tersebut, diberikan dalam kegelapan ilmiah tak terusik di sekeliling kondisi ini, dan kemudian mereka mulai mempercakapkan trasseksual untuk pertama kalinya. 

Di luar itu, Transseksualisme saat itu dipandang sebagai kondisi psikiatris di mana seseorang merasa bahwa dirinya memiliki jenis kelamin sebaliknya. Kondisi ini pada masa itu tampak sebagai kondisi psikologis belaka atau malahan “tak terjelaskan”. (Lihat contoh karya Caulwell: Psychopatia Transexualis, 1949)


Namun demikian. Setelah riset yang lebih mendalam dilakukan pada dua dekade terakhir ini tentang kondisi tadi, ditemukan bahwa ini bukanlah kondisi yang berbasis psikologis sehingga dewasa ini istilah transseksualisme bahkan telah jadi usang dan tak cukup lagi untuk menggambarkannya.

Dewasa ini kita mengerti bahwa apa yang dahulu dikenal sebagai transseksualisme sebetulnya bukanlah kondisi psikologis melainkan hal tersebut berhubungan erat dengan pola neurologis atau syaraf. Kaum transseksual atau orang-orang yang terlahir dengan Harry Benjamin’s Syndrome sudah memiliki otak yang selalu menentukan bagaimana atau di mana seharusnya jenis kelamin mereka. Penelitian-penelitian mutakhir juga menunjukkan bahwa jenis kelamin otak adalah apa yang menentukan jenis kelamin seseorang yang sesungguhnya; sehingga seseorang yang dilahirkan dengan kondisi Harry Benjamin’s Syndrome memang sudah merupakan anggota dari “jenis kelamin kebalikan”-nya. Isitlah transseksualime kemudian menjadi usang karena tak ada perubahan kelamin akan tetapi yang dilakukan justru operasi korektif. Mereka yang terlahir dengan Harry Benjamin’s Syndrome secara biologis sudah merupakan bagian dari jenis kelamin yang mereka rasakan karena “brain sex” dan struktur syaraf neurologis mereka sudah cocok dengan identitas gender mereka. Apa yang terjadi adalah bahwa pola-pola neurologis otak mereka merupakan kebalikan dari alat kelamin mereka. (Lihat Dokumnetasi Medis terkait).

Masalah Peristilahan (Kesalahan Pemahaman)

Peristilahan mungkin merupakan masalah terbesar yang perlu segera diatasi oleh orang-orang yang terlahir dengan kondisi Harry Benjamin’s Syndrome sebagai sebuah kelompok.  Ini tentang identitas kelompok kita, tentang Siapa diri kita, Bagaimana kita menyebut diri kita, Bagaimana kita menganggap diri kita dan Bagaimana kita memperkenalkan diri kita kepada orang lain; sebab untuk mencapai asimilasi sosial sepenuhnya, pertama-tama kita perlu menegaskan identitas kita sebagai sebuah kelompok dan melakukannya.  Dan peristilahan adalah faktor kunci yang menentukan. Dewasa ini terlalu banyak istilah yang tidak tepat digunakan untuk menunjuk kondisi ini maupun menunjuk orang-orang yang menderita karenanya.  Meski tampaknya istilah-istilah tersebut benar di masa lampau, sebetulnya istilah-istilah tadi sudah using di masa kini. Sekarang ini orang hanya memilih sebuah istilah yang lebih mereka sukai untuk digunakan di saat yang diberikan, atau bahkan seluruh jenis media massa menggunakan beberapa istilah berbeda secara serentak sebagaimana yang kita lihat dalam beberapa artikel atau publikasi berbeda terkait dengan Harry Benjamin’s Syndrome. Ini bukanlah hal yang serius dan tak terfokus pada semua kondisi, juga tak terjadi terhadap kondisi medis lainnya.  Namun demikian, istilah-istilah yang saat ini digunakan sungguh-sungguh tidak tepat dan berbahaya.


Harry Benjamin Syndrome sebagai Kondisi Interseks


Harry Benjamin's Syndrome secara neurologis merupakan kondisi interseks. Perbedaannya dengan kondisi-kondisi interseks yang lain seperti Turner's Syndrome, Klinefelter's Syndrome, Kuster Hauser's Syndrome, dan lain-lain, adalah bahwa Harry Benjamin’s Syndrome dapat lolos tanpa ketahuan selama bertahun-tahun dan kemudian akan tampak tiba-tiba muncul pada masa dewasa. Kita patut berterima kasih kepada para ilmuwan yang telah mengadakan banyak penelitian tentang kondisi ini selama beberapa dasawarsa terakhir sehingga Harry Benjamin’s Syndrome mulai diletakkan pada tempatnya yang benar: yaitu sebagai suatu kondisi interseks di antara kondisi-kondisi interseks lainnya, dan bukan di antara sakit/kekacauan mental.

Dokter ahli endokrin Louis Gooren mengatakan tentang penemuan-penemuan terakhir mengenai otak yang diselenggarakan di Institut Penelitian Otak Belanda pada tahun 1995 (Zhou dkk) dan kemudian menegaskannya pada tahun 2000 dalam penelitian yang lain (Kruijver dkk) sebagai berikut :

“Penemuan-penemuan terakhir tentang proses pembedaan seksual dalam otak yang dialami oleh mereka yang terlahir sebagai transseksual dapat membuka wawasan untuk melihat kondisi ini dengan cara yang berbeda dari apa yang selama ini kita lakukan. Pertama, dari pandangan kedokteran, transseksual dapat dikembalikan/direhabilitasi kepada jenis kelamin mereka yang sesungguhnya dan tidak dipandang sebagai orang-orang dengan gangguan mental. Kedua, asuransi atau uang jaminan medis wajib diberikan kepada penderitanya untuk membayar seluruh biaya medis operasi penegasan kelamin sebagaimana yang terjadi pada kasus-kasus interseks lainnya. Sistem hukum dan peradilan wajib memperlakukan para penderita transseksual dengan cara yang sama sebagaimana mereka memperlakukan orang-orang dengan kondisi interseks lainnya.  Dengan demikian, masyarakat diharapkan akan mengubah perilaku mereka terhadap mereka yang terlahir dengan kondisi transseksual bahkan lembaga-lembaga keagamaan akan berhenti memandangnya sebagai dosa.  Akibat menakjubkan dari “pembiologian” kasus transseksual yang akan terjadi dalam seluruh ranah Kehidupan amatlah sangat sulit untuk dinilai dengan apapun.”

Pertanyaan-Pertanyaan Seputar Harry Benjamin's Syndrome (1)

 1. Tanya: Saya bingung dan sangat menderita, apakah saya laki-laki atau perempuan? Tubuh saya memiliki ciri-ciri tubuh lelaki/perempuan tetapi saya yakin sejak kecil bahwa saya adalah perempuan/laki-laki. Jadi, sebetulnya saya ini laki-laki atau perempuan?

          Jawab: Kemungkinan besar Anda adalah seseorang yang dilahirkan dengan kondisi transseksual atau yang saat ini disebut Harry Benjamin’s Syndrome.






2. Tanya: Bagaimana caranya agar saya tahu bahwa saya mengidap Harry Benjamin’s Syndrome?


  Jawab: Pertama-tama, Anda harus datang dan berkonsultasi kepada seorang psikiater untuk memastikan apakah kondisi Anda adalah Harry Benjamin’s Syndrome atau bukan. Psikiater akan mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk menggali lebih dalam tentang apa yang Anda alami. 

3. Tanya: Apakah saya gila sehingga harus datang dan berkonsultasi kepada psikiater? Setahu saya, psikiater adalah dokter ahli jiwa yang menangani pasien-pasien sakit jiwa.

Jawab: Jangan khawatir, Anda waras dan baik-baik saja. Konsultasi dengan psikiater dibutuhkan justru untuk melihat apakah Anda mengidap Schyzophrenia (kegilaan) dan/atau gangguan mental lain yang lebih ringan seperti psikosis dan neurosis; ataukah Anda sebetulnya mengalami kondisi Harry Benjamin’s Syndrome.

Kamis, 05 Januari 2012

Posisi Harry Benjamin’s Syndrome di Dalam Gerakan LGBTIQ


Seperti kita ketahui, Harry Benjamin’s Syndrome (HBS) masuk ke dalam bagian/kategori Intersex dan Intersex masuk ke dalam bagian gerakan LGBTIQ. Namun ada kekhawatiran di kalangan teman-teman interseks terhadap fenomena gerakan LGBTIQ yang mengadopsi “I.” Jadi, sebenarnya, mau dibawa kemana posisi “I” di dalam gerakan LGBTIQ?

Pertama, kekawatiran bahwa dengan menambahkan "I" akan memberikan kesan yang salah bahwa semua atau kebanyakan orang interseks adalah lesbian, gay, biseksual, dan/atau transgender. Dapat dibayangkan situasi ketika orang tua yang mempunyai anak dengan kondisi Intersex akan langsung berpandangan bahwa anaknya “terlahir HOMO” bukan “terlahir INTERSEX”. Maka ini akan menyebabkan sebuah persepsi salah yang mungkin mendorong orang tua untuk menuntut “menormalisasikan ke-homo-an” anaknya.

Rabu, 04 Januari 2012

Transseksual di Tengah Masyarakat: Potret Ketidak-adilan Gender

The picture of me, the me that is seen is me.
If I could not be, I would not be.
                                                 - D.H. Lawrence

PENDAHULUAN


Menonton Boys don’t Cry (yang ramai dibicarakan orang lewat ulasan-ulasan media cetak pada masanya) membuat saya tercenung dan langsung teringat peristiwa tragis yang terjadi di Magelang, Jawa Tengah sekitar tiga bulan sebelum film tersebut diputar: Seorang “banci perempuan” (Female-to-Male Transsexual, sering disebut juga FtM) tewas akibat dikeroyok dan digebuki massa gara-gara menikahi seorang perempuan tulen (baca: heteroseksual, bukan lesbian). Beberapa koran daerah gencar memberitakan kejadian tersebut sampai berhari-hari. Bahkan, terkesan hal memilukan itu justru
dijadikan komoditas murahan yang sensasional untuk mengkili-kili rasa penasaran pembaca, tanpa memperhatikan dampak psikologis yang akan ditanggung oleh keluarga korban.


Kedua hal di atas –film Boys don’t Cry dan tewasnya seorang FtM akibat pelampiasan kebencian berdalih “kenormalan”- memang sengaja saya angkat sebagai contoh konkrit untuk lebih membuka mata-hati kita terhadap masalah-masalah sosial laten yang sesungguhnya ada di sekitar kita. Di tengah maraknya diskusi-diskusi tentang perspektif gender dan tindakan pemberdayaan perempuan, yang notabene demi kesetaraan hak lelaki dan perempuan, sebetulnya sedang dan selalu terjadi bentuk penindasan lain yang tidak kalah dahsyatnya terhadap kaum “sexually marginalized.” Sadar atau tidak, masyarakat sering secara arogan menghakimi kelompok transseksual ini dengan tindakan-tindakan tidak manusiawi dan “menajiskan” mereka karena dianggap sampah atau “abnormal.” Mereka tersisih dan/atau sengaja dipinggirkan.




Dalam hiruk-pikuk wacana demokratisasi, pembelaan HAM, reformasi dan serangkaian “tujuan mulia” lainnya, kelompok ini luput –atau memang sengaja diluputkan- dari perhatian kita. Mereka tidak berani mengaktualisasikan diri dan pasrah terhadap nasib tanpa ada LSM yang secara khusus, ilmiah dan sistematis dalam pengorganisasian bersedia bersinergi dengan para profesional medik/ klinik/ psikiatrik/ psikologik mendampingi ataupun memperjuangkan hak-hak mereka. Hal ini jelas menunjukkan ironisme besar dalam tatanan sosial kita sebagai masyarakat manusia. Sesumbar yang diteriakkan oleh sebagian pejuang HAM dan aktivis kesetaraan gender jadi melempem dan memble sama sekali tak terdengar gaungnya menyangkut eksistensi kelompok transseksual yang lebih sering dilecehkan (dan kemudian juga terprovokasi untuk melecehkan diri-sendiri) dengan sebutan bencong atau waria ini.